Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar....Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar...Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar....Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar...Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar....Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar...Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar....Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar... Berbagi Tak Akan Rugi: PENGANALOGIAN ZAKAT PROFESI
kumpulan gambar bergerak

Kamis, 05 April 2012

PENGANALOGIAN ZAKAT PROFESI

A.    Pengertian Profesi dan Zakat Profesi
Didalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran dan sebagainya) tertentu. Sedangkan menurut Fachrudin, Profesi adalah segala usaha yang halal yang mendatangkan hasil (uang) yang relative banyak dengan cara yang mudah, baik melalui keahlian tertentu atau tidak. [1]
Sementara itu Yusuf al-Qardhawi menyatakan bahwa di antara hal yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian kaum muslimin saat ini adalah penghasilan atau pendapatan yang diusahakan melalui keahliannya, baik keahlian yang dilakukan secara sendiri maupun bersama-sama. Yang dilakukan sendiri, misalnya profesi dokter, arsitek, ahli hokum, penjahit, pelukis dan lain sebagainya. Yang dilakukan bersama-sama, misalnya pegawai (pemerintah maupun swasta) dengan menggunakan sitem upah atau gaji. [2]. Dari definisi di atas jelas ada point-point yang perlu digaris bawahi berkaitan dengan pekerja profesi yang dimaksud, yaitu:
1.      Jenis usahanya halal;
2.      Menghasilkan uang relative banyak;
3.      Diperoleh dengan cara Mudah;
4.      Melalui suatu keahlian tertentu.
Dengan demikian, dari definisi tersebut diatas maka diperoleh rumusan, zakat profesi adalah zakat zakat yang dikeluarkan dari penghasilan usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil (uang) yang relative banyak dengan cara yang mudah, melalui suatu keahlian tertentu.[3]
B.     Nisab dan Pengeluaran Zakat Profesi
Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau bayak, tetapi mewajibkan atas harta benda yang sampai nisab, bersih dari utang serta lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya. Dengan demikian, penghasilan yang telah mencapai nisab seperti gaji yang tinggi dan honorium yang besar para pegawai dan karyawan, serta pembayaran-pembayaran yang besar kepada golongan profesi, wajib dikenakan zakat, sedangkan yang tidak mencapainya tidak wajib.
Mengenai besarnya nisab zakat penghasilan ini, terdapat perbedaan dikalangan ulama, karena tidak adanya dalil yang tegas tentang zakat profesi.
1.      Syaikh Muhammad al-Ghazali
Syaikh Muhammad al-Ghazali menganalogikan zakat profesi kepada zakat pertanian. Sehingga berlaku nisab pertanian (menurut Instruksi Menteri Agama No. 5 Tahun 1991: 750 kg beras), tetapi tidak berlaku haul. Zakat Profesi seperti zakat pertanian, dikeluarkan kapan saja kita memperoleh penghasilan (“keluarkan zakatnya pada saat menuainya”).  Bila pertanian menggunakan irigasi maka zakatnya 5%, dan bila pertanian itu mengambil air dari langit maka zakatnya 10%. Begitu juga dengan zakat profesi, apabila dipertolehnya dengan cara susah maka zakat 5% dan apabila diperoleh dengan cara mudah maka zakatnya sebanyak 10%.
Nisab zakat pertanian adalah 750 kg beras. Untuk mengetahui jumlah gaji karyawan ayang besarnya setara dengan zakat pertanian, maka harus dikonvermasikan dengan minimal beras dalam waktu dan wilayah setempat, menjadi :
750 kg x Rp. 7.000 = 5.250.000
Dengan demikian, apabila kita memperoleh penghasilan sejumlah itu, maka harus dikeluarkan zakatnya.    
2.      Yusuf Qardhawi dan Wahbah al-Zuhayly
Menurut Pendapat Yusuf Qardhawi dan Wahbah al-Zuhayly zakat dianalogikan sebagai emas dan perak. Maka nisabnya 85 gram emas. Menurutnya zakat profesi dikeluarkan pada waktu diterima. Dan besarnya zakat yang dikeluarkan 2,5%.
Contoh: 85 gram x Rp. 400.000 (harga emas sekarang) = Rp. 34.000.000
Dengan demikian, apabila kita memperoleh penghasilan sejumlah itu, maka harus dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari penghasilan kita setelah di potong biaya hidup, utang dan biaya lain-lain.
Akan tetapi, tidak semua orang memiliki profesi, dalam menerima teratur. Kadang-kadang setiap hari seperti pendapatan seorang dokter, kadang-kadang pada saat tertentu seperti seorang advokat atau kontraktor serta penjahit dan semacamnya. Maka, untuk menempatkan kewajiban zakatnya, dikemukakan oleh Qordhawi, ada dua kemungkinan:
a.       Memberlakukan nisab (85 gram emas) pada setiap jumlah penghasilan yang diterimanya. Maka, penghasilan yang mencapai/melebihi nisab seperti gaji yang tinggi dan honorium yang besar para pegawai, serta pembayaran-pembayaran yang besar kepada golongan profesi , wajib dikenakan zakat. Sedangkan yang tidak mencapai nisab tidak wajib.
b.      Mengumpulkan penghasilan berkali-kali itu dal;am waktu tertentu sampai mencapai nisab (85 gram emas), dengan syarat tidak melebihi batas haul (1 tahun). Akan tetapi, apabila setelah beberapa lama mengumpulkan dan belum mencapai nisab sampai telah melewati masa haul, bahkan mendekati haul berikutnya, berarti tidak wajib zakat. Karena dipandang penghasilanya masih kurang.

3.      Jalaluddin
Jalaluddin seorang pembaharu Islam memberikan argumennya yang sangat berharga bagi umat Islam. Beliau menganalogikan zakat profesi dengan zakat barang temuan(rikaz). Dan besarnya zakat yang dikeluarkan sebesar 20%. Mengenai cara mengeluarkan zakat 20% ini Jalaluddin memberikan contohnya:
a.       Bila seorang dokter spesialis dengan penghasilan 12 juta rupiah sebulan, sedang biaya hidup keluarga dan karyawannya serta lain-lain sebesar 2 juta, maka khumus (perlimaan/20%) dari sisa itu (10 juta) adalah 2 juta rupiah tanpa menunggu setahun.
b.      Kalau seorang dosen mendapatkan gaji bulannya Rp. 700. 000. Dipandang hanya cukup untuk membayar kebutuhan pokok sekeluarga, maka tidaklah terkena kewajiban khusmus. Kemudian apabila ia menulis buku dan mendapatkan royalty sebesar Rp. 6.000.000, setelah dibayarkan untuk ongkos beli kertas, tinta, printer dan transportasi ke penerbit, sisanya sebesar Rp. 4.500.000 maka khusmus-nya yang dikeluarkan sebesar Rp. 900.000. begitulah seterunya[4]


[1] Muhammad, Zakat Profesi, 58.
[2] Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), 93.
[3] Muhammad, Zakat Profesi, 58.
[4] Muhammad, Zakat Profesi, 64-72.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar