A.
Prosedur
Penalitian Histori
Seperti
prosedur yang dilalui penelitian jenis lain, langkah-langkah pokok yang
dilakukan peneli adalah: merumuskan problematika atau pertanyaan penelitian,
menelaah sumber yang mengandung fakta sejarah, mengambil kesimpulan dan menghubungkan,
merangkum serta menafsirkan fakta-fakta sejarah seperti yang dikerjakan oleh
peneliti-peneliti lain. Seorang sejarawan terkenal yang bernama Edward Carr
telah menyingkat prosedur penelitian historik hanya menjadi dua langkah saja
yaitu:
1. Membaca
sumber-sumber dokumen sambil menuliskan hal-hal ditemukan di dalam cacatan.
2. Menyingkirkan
sumber-sumber yang telah selesai di baca dan diambil hal-hal yang penting
kemudian memusatkan perhatiannya pada penulisan kembali apa yang diketahui dari
awal sampai akhir.
Bog dan Gall tidak menyetujui langkah yang telah
dikatakan oleh Edward Carr tersebut. Kedua ahli ini berpendapat bahwa begitu
sejarawan memegang dan mendalami sumber, langsung saja mulai menulis, tidak
harus mulai urut dari depan tetapi bagian mana saja yang dipandang penting oleh
penulis. Dengan demikian membaca dan menulis bukan pekerjaan yang terpisah
tetapi berlangsung secara serentak.
Proses yang dilalui dalam penelitian historik yang
tidak kaku ini nampaknya dari luar seolah-olah tidak ketat dan boleh menurut
selera peneliti sendiri. Dugaan seperti itu tidak benar. Urutan kerja tetap
diperlukan didalam memandu kegiatan penelitian. Variasi dari latar langkah-langkah
memang dapat saja terjadi tergantung dari latar belakang kemampuan peneliti
histori yang bersangkutan.
a. Merumuskan problematika
Ada
beberapa topik menarik dalam bidang pendidikan yang pantas digarap dalam
penelitian historik. Di dalam survai sejarah di bidang pendidikan Mark Beach
telah menganalisis problematika dan topik-topik di dalam penelitian sejarah
menjadi lima tipe:
1)
Tipe pertama mamandang isu-isu sosial
sebagai isu yang paling popular. Sebagai contoh adalah masalah pendidikan dipedesaan,
upaya untuk mengadakan perombakan dalam dunia pendidikan, dan berbagai masalah
tes intelegensi.
2) Tipe
problematika kedua adalah hal-hal yang berhubungan dengan sejarah individu
misalnya biografi. Penelitian tipe ini biasanya didorong oleh keinginan
sederhana untuk mempeoleh pengetahuan tentang gejala yang tidak menjadi
perhatian umum.
3) Tipe
ketiga menyangkut upaya untuk mengadakan interprestasi ide atau kejadian yang
nampaknya tidak berhubungan satu sama lain. Sebagai contoh adalah penerbitan
berbagai buku pelajaran atau kurikulum berbagai jenis dan tingkat sekolah yang
dimasudkan misalnya untuk menyelidiki perkembangan kurikulum dari masa ke masa.
4) Tipe
keempat adalah problematika yang berhubungan dengan minat peneliti untuk
mensintesekan (memperpadukan) data lama menjadi fakta-fakta sejarah yang baru.
5) Tipe
problematika yang kelima yaitu mengadakan interpretasi (penafsiran) ulang bagi
kejadian-kejadian masa lampau yang telah diinterpretasikan oleh sejarawan lain.
Hasil interpretasi ulang seperti yang dikenal dengan sebutan: perevisi sejarah
(revisionist history) yang oleh pelakunya dimaksudkan untuk merevisi
sejarah-sejarah yang ada ke dalam kerangka interpretasi baru.
b.
Menelaah
sumber-sumber sejarah
Sebenarnya
bukan hanya rekaman yang berupa bahan tertulis saja yang dapat dipandang
sebagai sumber sejarah. Secara garis besar sember-sumber sejarah dapat
diklarifikasikan menjadi empat tipe sumber, yaitu: dokumen, rekaman
kuantitatif, rekaman oral (lisan) dan peninggalan-peninggalan.
1) Dukumen,
bahan tertulis atau bahan cetakan merupakan sesuatu yang paling umum digunakan
sebagai sumber sejarah. Bahan-bahan ini dapat berupa: buku harian, rekaman
resmi, memorandum, buku tahunan, surat kabar, majalah arsip dan
sebagainya.
2) Rekaman
kuantitatif dapat dikatakan bagian dari dokumen. Rekaman sensus penduduk,
anggaran, sekolah, daftar hadir siswa, daftar nilai dan kumpulan rekaman yang
berupa angka-angka merupakan bahan yang sangat berguna bagi peneliti sejarah.
3) Bahan
sejarah lain yang juga bermanfaat adalah berbagai rekaman bahasa lisan seperti
dongeng, syair dan bentuk-bentuk rekaman lisan yang lain. Ahli-ahli sejarah
sering kali melakukan wawancara dengan orang-orang yang dapat dipandang sebagai
saksi mengenai peristiwa penting yang terjadi pada masa sebelumnya.
4) Peninggalan
merupakan sumber sejarah keempat. Sumber jenis ini dapat berupa gedung,
bangunan lain, relief, batu atau papan yang ditandatangani pada waktu pendirian
suatu monumen, dan lain-lain bentuk.
Pemilihan
bahan sebagai sumber penelitian historik biasanya didasarkan atas sifat sumber
yang bersangkutan yang diklasifikasi sebagai sumber primer dan sumber sekunder.
Yang dapat dikatakan sumber primer
adalah segala sumber yang direkam oleh individu yang hadir pada waktu kejadian
berlangsung, misalnya dokumen, barang peninggalan, kesaksin lesan. Sedangkan sumber sekunder adalah sumber yang direkam oleh orang yang
mendapat cerita dari orang yang mengalami peristiwa tentang hal yang dimaksud.
Penulis
sumber sekunder bukanlah orang yang menyaksikan sendiri peristiwanya, melainkan
semata-mata melaporkan apa yang dituturkan atau ditulis oleh orang yang
menyaksikan peristiwa itu. Untuk keperluan penelitian, sumber data sekunder
agak lemah karena adanya kesalahan yang mungkin timbul sewaktu informasi
ditularkan dari tangan ke tangan. Sebagian besar buku teks sejarah dan
ensiklopedi adalah contoh sumber sekunder, karena ditulis beberapa lama setelah
terjadinya peristiwa yang sebenarnya.
c.
Merekam
informasi dari sumber sejarah.
Pada
waktu memilih sumber data primer dan sekunder sejarawan mungkin tidak tahu
apakah pada waktu direkam sumber tersebut sengaja diperuntukkan bagi kajian
masa mendatang ataukah tidak. Peneliti sejarah mungkin akan mengalami kesulitan
apabila tidak berhasil memperoleh keterangan yang lebih rinci mengenai hal yang
diragukan keaslian dan keauntentikannya.
Sebelum
menentukan pencatatan informasi peneliti perlu melakukan dua hal. Pertama mereka harus meyakinkan apakah
bahan yang akan dikaji dapat ditelusuri lebih lanjut. Mungkin saja bahan-bahan
yang akan dikaji tersedia banyak tetapi tidak pasti bahwa ada orang yang akan
dijadikan sumber bertanya jika peneliti tersebut memerlukan informasi lebih
jauh. Kedua, peneliti harus menyakinkan apakah hasil kajian dari sumber
dapat ditulis dalam laporan penelitiannya. Hal kedua ini perlu dilakukan karena
belum tentu semua informasi bersifat terbuka untuk umum. Laporan penelitian merupakan
kepustakaan yang dapat dibaca oleh umum sebagai sumber pengetahuan baru.
Kadang-kadang ada materi yang sifatnya rahasia disebabkan karena menyangkut
pribadi atau kepentingan komersial. Instrument-instrumen terstandar boleh saja
dikaji untuk kepentingan pengembangan ilmu. Akan tetapi karena bahan-bahan tersebut
diperjualbelikan maka hanya hasil penelitian yang dapat diinformasikan kepada
masyarakat, bahan yang akan dikaji tidak bebas publik.
d.
Mengevaluasi
sumber-sumber sejarah
Dari
peneliti sejarah dituntut adanya sikap super kritis. Bahan-bahan sejarah yang
ada kadang-kadang nampak sangat tidak bermakna bagi orang awam. Dokumen, data
kuantitatif dan peninggalan-peniggalan sejarah kadang merupakan sesuatu yang
murni, unik, tetapi kadang-kadang sudah merupakan polesan. Rekaman yang berupa
dokumen dapat saja ditulis oleh editor. Sumber sejarah mungkin menunjukkan pada
kejadian yang tidak terjadi tetapi berbeda dengan deskripsi yang disampaikan
oleh saksi mata. Masih banyak lagi ragam penyajian informasi yang terdapat di
dalam sumber sejarah.
Terhadap
sumber-sumber tersebut peneliti harus bersifat kritis dengan mengajukan
pertanayaan-pertanyaan antara lain sebagai berikut: “Apakah dokumen ini ditulis
oleh orang yang mengalami sendiri kejadiaannya?”. “Apakah latar belakang
keahliaan penulis ini?”. “Apakah penulis ini imajinatif sehingga banyak
perasaan yang masuk ke dalam tulisannya?”. Penelitian sejarah dapat dikatakan
kritikus sejarah yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu kritikus eksternal dan
kritikus internal.
e. Menginterpretasi hasil evaluasi sumber sejarah
Dalam
pembicaraan mengenai pengertian penelitian sejarah sudah dikemukakan bahwa ada
dua macam sumber kerancuan yang dapat “mengotori” kegiatan penelitian jenis
ini. Sumber pertama berasal dari penulis rekaman yang berupa nilai, latar
belakang keahliaan, pribadi, pendapat, latar belakang pengalaman, latar
belakang keahlian. Atas dasar
pengetahauan ini kepada para peneliti sejarah disarankan untuk selalu menyadari
kelemahan-kelemahan tersebut agar dapat ditekan terjadinya keracuan menjadi
sedikit mungkin.
“Presentism”
merupakan kerancuan yang muncul dalam bentuk lain. Penelitian sejarah adalah
penelitian yang mengandalkan pada kemampuan pelakunya dalam mengadakan interpretasi
terhadap sumber yang dianalisis. Sejarah sendiri berarti “interpretasi”.
Presentism adalah kecenderungan peneliti untuk menginterpretasikan kejadian
lampau dengan mengunakan konsep-konsep dan pandangan yang berlaku pada popular
saat penelitian dilakukan.
Apabila
presentism banyak memasuki interpretasi peneliti maka hasil peneliti sejarah
tersebut dapat dikatakan kurang ilmiah dibandingkan dengan peneliti-peneliti
pendidikan jenis lain. Seperti telah umum diketahui oleh pembaca bahwa
penelitian yang baik adalah jika hasilnya tidak menyimpang dari hasil orang
lain yang melakukan uji ulang. Jika didalam pelaksanaan penelitian banyak
kecenderungan yang muncul dari diri peneliti (dan tentu saja kencenderungan ini
sifatnya individu) maka hasil uji ulang akan tidak sama dengan hasil penelitian
pertama.