Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar....Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar...Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar....Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar...Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar....Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar...Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar....Nikmati hal-hal yang kecil, pada suatu hari anda mungkin akan melihat kebelakang dan menyadari bahwa itu adalah hal yang besar... Berbagi Tak Akan Rugi: PROSEDUR PENELITIAN HISTORI
kumpulan gambar bergerak

Kamis, 05 April 2012

PROSEDUR PENELITIAN HISTORI


A.    Prosedur Penalitian Histori
Seperti prosedur yang dilalui penelitian jenis lain, langkah-langkah pokok yang dilakukan peneli adalah: merumuskan problematika atau pertanyaan penelitian, menelaah sumber yang mengandung fakta sejarah, mengambil kesimpulan dan menghubungkan, merangkum serta menafsirkan fakta-fakta sejarah seperti yang dikerjakan oleh peneliti-peneliti lain. Seorang sejarawan terkenal yang bernama Edward Carr telah menyingkat prosedur penelitian historik hanya menjadi dua langkah saja yaitu:
1.      Membaca sumber-sumber dokumen sambil menuliskan hal-hal ditemukan di dalam cacatan.
2.      Menyingkirkan sumber-sumber yang telah selesai di baca dan diambil hal-hal yang penting kemudian memusatkan perhatiannya pada penulisan kembali apa yang diketahui dari awal sampai akhir.
Bog dan Gall tidak menyetujui langkah yang telah dikatakan oleh Edward Carr tersebut. Kedua ahli ini berpendapat bahwa begitu sejarawan memegang dan mendalami sumber, langsung saja mulai menulis, tidak harus mulai urut dari depan tetapi bagian mana saja yang dipandang penting oleh penulis. Dengan demikian membaca dan menulis bukan pekerjaan yang terpisah tetapi berlangsung secara serentak.[1]
Proses yang dilalui dalam penelitian historik yang tidak kaku ini nampaknya dari luar seolah-olah tidak ketat dan boleh menurut selera peneliti sendiri. Dugaan seperti itu tidak benar. Urutan kerja tetap diperlukan didalam memandu kegiatan penelitian. Variasi dari latar langkah-langkah memang dapat saja terjadi tergantung dari latar belakang kemampuan peneliti histori yang bersangkutan.
a.      Merumuskan problematika
Ada beberapa topik menarik dalam bidang pendidikan yang pantas digarap dalam penelitian historik. Di dalam survai sejarah di bidang pendidikan Mark Beach telah menganalisis problematika dan topik-topik di dalam penelitian sejarah menjadi lima tipe:
1)      Tipe pertama mamandang isu-isu sosial sebagai isu yang paling popular. Sebagai contoh adalah masalah pendidikan dipedesaan, upaya untuk mengadakan perombakan dalam dunia pendidikan, dan berbagai masalah tes intelegensi.
2)      Tipe problematika kedua adalah hal-hal yang berhubungan dengan sejarah individu misalnya biografi. Penelitian tipe ini biasanya didorong oleh keinginan sederhana untuk mempeoleh pengetahuan tentang gejala yang tidak menjadi perhatian umum.
3)      Tipe ketiga menyangkut upaya untuk mengadakan interprestasi ide atau kejadian yang nampaknya tidak berhubungan satu sama lain. Sebagai contoh adalah penerbitan berbagai buku pelajaran atau kurikulum berbagai jenis dan tingkat sekolah yang dimasudkan misalnya untuk menyelidiki perkembangan kurikulum dari masa ke masa.
4)      Tipe keempat adalah problematika yang berhubungan dengan minat peneliti untuk mensintesekan (memperpadukan) data lama menjadi fakta-fakta sejarah yang baru.
5)      Tipe problematika yang kelima yaitu mengadakan interpretasi (penafsiran) ulang bagi kejadian-kejadian masa lampau yang telah diinterpretasikan oleh sejarawan lain. Hasil interpretasi ulang seperti yang dikenal dengan sebutan: perevisi sejarah (revisionist history) yang oleh pelakunya dimaksudkan untuk merevisi sejarah-sejarah yang ada ke dalam kerangka interpretasi baru.

b.      Menelaah sumber-sumber sejarah
Sebenarnya bukan hanya rekaman yang berupa bahan tertulis saja yang dapat dipandang sebagai sumber sejarah. Secara garis besar sember-sumber sejarah dapat diklarifikasikan menjadi empat tipe sumber, yaitu: dokumen, rekaman kuantitatif, rekaman oral (lisan) dan peninggalan-peninggalan.
1)      Dukumen, bahan tertulis atau bahan cetakan merupakan sesuatu yang paling umum digunakan sebagai sumber sejarah. Bahan-bahan ini dapat berupa: buku harian, rekaman resmi, memorandum, buku tahunan, surat kabar, majalah arsip dan sebagainya. 
2)      Rekaman kuantitatif dapat dikatakan bagian dari dokumen. Rekaman sensus penduduk, anggaran, sekolah, daftar hadir siswa, daftar nilai dan kumpulan rekaman yang berupa angka-angka merupakan bahan yang sangat berguna bagi peneliti sejarah.
3)      Bahan sejarah lain yang juga bermanfaat adalah berbagai rekaman bahasa lisan seperti dongeng, syair dan bentuk-bentuk rekaman lisan yang lain. Ahli-ahli sejarah sering kali melakukan wawancara dengan orang-orang yang dapat dipandang sebagai saksi mengenai peristiwa penting yang terjadi pada masa sebelumnya.
4)      Peninggalan merupakan sumber sejarah keempat. Sumber jenis ini dapat berupa gedung, bangunan lain, relief, batu atau papan yang ditandatangani pada waktu pendirian suatu monumen, dan lain-lain bentuk.

Pemilihan bahan sebagai sumber penelitian historik biasanya didasarkan atas sifat sumber yang bersangkutan yang diklasifikasi sebagai sumber primer dan sumber sekunder. Yang dapat dikatakan sumber primer adalah segala sumber yang direkam oleh individu yang hadir pada waktu kejadian berlangsung, misalnya dokumen, barang peninggalan, kesaksin lesan.  Sedangkan sumber sekunder adalah sumber yang direkam oleh orang   yang mendapat cerita dari orang yang mengalami peristiwa tentang hal yang dimaksud.[2]
Penulis sumber sekunder bukanlah orang yang menyaksikan sendiri peristiwanya, melainkan semata-mata melaporkan apa yang dituturkan atau ditulis oleh orang yang menyaksikan peristiwa itu. Untuk keperluan penelitian, sumber data sekunder agak lemah karena adanya kesalahan yang mungkin timbul sewaktu informasi ditularkan dari tangan ke tangan. Sebagian besar buku teks sejarah dan ensiklopedi adalah contoh sumber sekunder, karena ditulis beberapa lama setelah terjadinya peristiwa yang sebenarnya.[3]

c.       Merekam informasi dari sumber sejarah.
Pada waktu memilih sumber data primer dan sekunder sejarawan mungkin tidak tahu apakah pada waktu direkam sumber tersebut sengaja diperuntukkan bagi kajian masa mendatang ataukah tidak. Peneliti sejarah mungkin akan mengalami kesulitan apabila tidak berhasil memperoleh keterangan yang lebih rinci mengenai hal yang diragukan keaslian dan keauntentikannya.
Sebelum menentukan pencatatan informasi peneliti perlu melakukan dua hal. Pertama mereka harus meyakinkan apakah bahan yang akan dikaji dapat ditelusuri lebih lanjut. Mungkin saja bahan-bahan yang akan dikaji tersedia banyak tetapi tidak pasti bahwa ada orang yang akan dijadikan sumber bertanya jika peneliti tersebut memerlukan informasi lebih jauh.  Kedua, peneliti harus menyakinkan apakah hasil kajian dari sumber dapat ditulis dalam laporan penelitiannya. Hal kedua ini perlu dilakukan karena belum tentu semua informasi bersifat terbuka untuk umum. Laporan penelitian merupakan kepustakaan yang dapat dibaca oleh umum sebagai sumber pengetahuan baru. Kadang-kadang ada materi yang sifatnya rahasia disebabkan karena menyangkut pribadi atau kepentingan komersial. Instrument-instrumen terstandar boleh saja dikaji untuk kepentingan pengembangan ilmu. Akan tetapi karena bahan-bahan tersebut diperjualbelikan maka hanya hasil penelitian yang dapat diinformasikan kepada masyarakat, bahan yang akan dikaji tidak bebas publik.

d.      Mengevaluasi sumber-sumber sejarah
Dari peneliti sejarah dituntut adanya sikap super kritis. Bahan-bahan sejarah yang ada kadang-kadang nampak sangat tidak bermakna bagi orang awam. Dokumen, data kuantitatif dan peninggalan-peniggalan sejarah kadang merupakan sesuatu yang murni, unik, tetapi kadang-kadang sudah merupakan polesan. Rekaman yang berupa dokumen dapat saja ditulis oleh editor. Sumber sejarah mungkin menunjukkan pada kejadian yang tidak terjadi tetapi berbeda dengan deskripsi yang disampaikan oleh saksi mata. Masih banyak lagi ragam penyajian informasi yang terdapat di dalam sumber sejarah.
Terhadap sumber-sumber tersebut peneliti harus bersifat kritis dengan mengajukan pertanayaan-pertanyaan antara lain sebagai berikut: “Apakah dokumen ini ditulis oleh orang yang mengalami sendiri kejadiaannya?”. “Apakah latar belakang keahliaan penulis ini?”. “Apakah penulis ini imajinatif sehingga banyak perasaan yang masuk ke dalam tulisannya?”. Penelitian sejarah dapat dikatakan kritikus sejarah yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu kritikus eksternal dan kritikus internal.

e.  Menginterpretasi hasil evaluasi sumber sejarah
Dalam pembicaraan mengenai pengertian penelitian sejarah sudah dikemukakan bahwa ada dua macam sumber kerancuan yang dapat “mengotori” kegiatan penelitian jenis ini. Sumber pertama berasal dari penulis rekaman yang berupa nilai, latar belakang keahliaan, pribadi, pendapat, latar belakang pengalaman, latar belakang keahlian.  Atas dasar pengetahauan ini kepada para peneliti sejarah disarankan untuk selalu menyadari kelemahan-kelemahan tersebut agar dapat ditekan terjadinya keracuan menjadi sedikit mungkin.
“Presentism” merupakan kerancuan yang muncul dalam bentuk lain. Penelitian sejarah adalah penelitian yang mengandalkan pada kemampuan pelakunya dalam mengadakan interpretasi terhadap sumber yang dianalisis. Sejarah sendiri berarti “interpretasi”. Presentism adalah kecenderungan peneliti untuk menginterpretasikan kejadian lampau dengan mengunakan konsep-konsep dan pandangan yang berlaku pada popular saat penelitian dilakukan.
Apabila presentism banyak memasuki interpretasi peneliti maka hasil peneliti sejarah tersebut dapat dikatakan kurang ilmiah dibandingkan dengan peneliti-peneliti pendidikan jenis lain. Seperti telah umum diketahui oleh pembaca bahwa penelitian yang baik adalah jika hasilnya tidak menyimpang dari hasil orang lain yang melakukan uji ulang. Jika didalam pelaksanaan penelitian banyak kecenderungan yang muncul dari diri peneliti (dan tentu saja kencenderungan ini sifatnya individu) maka hasil uji ulang akan tidak sama dengan hasil penelitian pertama.[4]


[1] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, 334.
[2] Ibid, 335-338.
[3] John W. Best, Metodologi Penelitian dan Pendidikan  (Surabaya: Usaha Offset Printing, 1982), 398.
[4] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, 335-340.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar